Selasa, 27 Oktober 2009

PERENCANAAN KEUANGAN SYARIAH ; APA & BAGAIMANA ?

Perencanaan keuangan adalah proses mengelola keuangan sedemikian rupa sehingga kita dapat mencapai kepuasan ekonomis tertentu. Perencanaan keuangan lebih banyak berkaitan dengan keuangan pribadi (personal finance) daripada keuangan perusahaan (corporate finance), karena subjek dari perencanaan keuangan adalah pribadi atau keluarga, bukan perusahaan.

Fungsi dari perencanaan keuangan keluarga adalah merencanakan masa depan sedini mungkin untuk mencapai tujuan keuangan yang dicita-citakan melalui pengelolaan keuangan yang terencana, teratur dan bijak. Dengan adanya perencanaan keuangan, kita bisa mengontrol kondisi keuangan kita sekarang dan hari esok. Perencanaan keuangan secara komprehensif dapat meningkatkan kualitas hidup dengan cara mengurangi kekhawatiran akan kepastian masa depan finansial seseorang. Dengan melakukan perencanaan keuangan, kita bisa mendapatkan manfaat berupa:

o Meningkatkan efektifitas dalam mencari, menggunakan dan memproteksi sumber daya keuangan.
o Meningkatkan kontrol terhadap kegiatan keuangan dengan menghindari hutang yang berlebihan, kebangkrutan, dan ketergantungan terhadap orang lain secara finansial.
o Meningkatkan kualitas hubungan personal dengan adanya perencanaan yang baik dan efektifitas komunikasi ketika mengambil keputusan finansial.
o Kebebasan dari kekhawatiran finansial dengan cara melihat masa depan, mengantisipasi kebutuhan biayanya, dan mencapai tujuan keuangan yang diinginkan.

Pada kenyataanya, di Indonesia masih sangat sedikit keluarga yang sudah menyusun rencana keuangannya. Faktor penyebabnya antara lain:

1. Kesadaran masyarakat yang rendah.
Perencanaan keuangan hanyalah untuk orang kaya, begitu persepsi yang sebagian masyarakat. Padahal, menjadi “kaya” adalah hasil dari proses perencanaan keuangan.

2. Tidak mempunyai tujuan keuangan yang jelas.
Tidak adanya visi masa depan menyebabkan kita bersikap mementingkan kebutuhan jangka pendek saja. Cenderung menghabiskan uang untuk memenuhi keinginan jangka pendek semata.

3. Keterbatasan waktu.
Pentingnya melakukan perencanaan keuangan baru dirasakan ketika kebutuhannya sudah di depan mata. Inilah yang menyebabkan masih banyaknya keluarga yang menganggap biaya pendidikan sebagai “biaya tak terduga” dan terpaksa harus berhutang untuk itu.

4. Keterbatasan ilmu dan pengetahuan bagaimana mengelola keuangan keluarga yang baik.
Pada jenjang pendidikan manapun, pada konsentrasi keilmuan apapun, lembaga pendidikan formal di Indonesia belum mengajarkan materi mengenai keuangan keluarga.

5. Belum mampu memilih produk keuangan yang semakin beragam.
Makin banyaknya produk keuangan tidak diimbangi dengan sosialisasi, edukasi, dan infrastruktur yang merata. Produk keuangan tertentu bahkan berkesan hanya untuk kalangan ekonomi atas, atau yang tinggal di kota besar saja.

Faktor tersebut di atas menjadi sebagian alasan mengapa sebagian masyarakat kita belum sejahtera. Sedikitnya ada 4 masalah utama yang membuat orang gagal menciptakan kehidupan yang sejahtera sebagaimana mereka harapkan, yakni:
1. Sikap suka menunda-nunda (procrastination)
2. Kebiasaan menghabiskan (spending habits)
3. Inflasi yang terus meningkat
4. Kebijakan pemerintah
Dua hambatan pertama adalah faktor internal atau personal yang dapat dirubah, dan dua penyebab berikutnya adalah faktor eksternal atau kondisi ekonomi makro yang mungkin tidak dapat kita rubah, tetapi sebetulnya dapat kita antisipasi.
Proses perencanaan keuangan terdiri dari 5 prosedur yang logis, dengan urutan sebagai berikut :
1. Menentukan tujuan keuangan
2. Mengidentifikasi alternatif
2. Membuat dan mengimplementasikan rencana keuangan
4. Mengevaluasi rencana keuangan tersebut

Dimulai dari menentukan situasi keuangan sekarang berkaitan dengan penghasilan, pengeluaran, biaya hidup, arus kas keluar masuk, jumlah hutang, jumlah asset, dan lainnya.. Tahap selanjutnya adalah menentukan tujuan keuangan., misalnya saja, naik haji pada usia 45, menyekolahkan anak ke universitas ternama di Jakarta. Kemudian mengidentifikasi alternatif misalnya sebuah tujuan keuangan bisa kita capai dengan cara berinvestasi sedari sekarang atau berhutang ketika dibutuhkan, dan instrumen investasi apa yang bisa digunakan sebagai kendaraan investasinya. Tahapan berikutnya adalah membuat dan mengimplementasikan rencana keuangan setelah menentukan pilihan dan cara efektif untuk mencapai tujuan keuangan. Selanjutnya evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah rencana keuangan yang kita terapkan berhasil mendekati sasaran atau ada penyimpangan. Bila terdapat penyimpangan maka harus direvisi kembali misal dengan mengubah pilihan investasi, menambah income, dsb.

Atau kalau kita analogikan dengan mudah, sebetulnya proses perencanaan keuangan itu sama dengan suatu perjalanan dari satu titik start ke titik lain yang disebut dengan titik finish. Kendaraan yang bisa dipilih bermacam-macam untuk bisa sampai ke titik finish, namun tentunya dengan konsekuensi bahan bakar, kecepatan, keselamatan yang berbeda-beda pula. Jalan yang dipilih pun bisa bermacam-macam tergantung dari kendaraan atau jalur yang ditempuh. Semakin cepat untuk mencapai tujuan maka bahan bakar yang kita gunakan juga semakin banyak dan kendaraan yang kita pakai harus yang berkualitas dan terpercaya.
Profesi perencana keuangan juga dibutuhkan dalam mengelola keuangan keluarga secara syariah. Sebagaimana kita ketahui dalam suatu keluarga muslim juga diperlukan keseimbangan hidup baik dunia maupun di akhirat. Proses merencanakan keuangan keluarga secara syariah dimulai dari niat untuk merencanakan kehidupan yang baik dimasa depan dan berusaha dengan diringi sikap yang tawakal. Tujuan keuangan keluarga pun bisa dipecah menjadi tujuan keuangan untuk memenuhi kehidupan di dunia seperti merencanakan pendidikan anak, rumah, kendaraan, liburan, dll. Sedangkan tujuan keuangan untuk memenuhi kebutuhan akhirat seperti biaya umroh/haji, zakat/sedekah, berkorban, dll. Tujuan keuangan ini juga disesuaikan prioritasnya sesuai dengan prinsip syariah Islam misalnya menikahkan anak adalah prioritas dibandingkan membelikan rumah untuk mereka. Pendidikan anak lebih diutamakan daripada naik haji, dll.
Hal lain yang membedakan perencanaan keuangan syariah dan konvensional adalah pemilihan produk investasi yang digunakan adalah yang sesuai dengan syariah Islam, yaitu pada deposito bagi hasil di bank syariah, asuransi syariah, dan reksadana syariah. Aspek transaksi keuangan pun diusahakan tidak melanggar aturan syariat dan menghindari riba (bunga), maysir (judi dan spekulasi), serta gharar (ketidak pastian). Membuat rencana waris juga tidak boleh melanggar hukum waris Islam, dan perbedaan lain adalah adanya cleansing wealth (penyucian harta) berupa zakat, infaq, sedekah, dan wakaf. Jadi perencanaan keuangan syariah senantiasa diletakkan pada prinsip halal dan barokah dan berorientasi kepentingan dunia dan akhirat.
Hasil akhir dari perencanaan keuangan syariah adalah sebuah keluarga akan terpenuhi kebutuhan primernya, ada pengumpulan asset dan investasi secara Islam, kebahagiaan duniawi, ada pengumpulan asset dan investasi akhirat, serta mencapai kebahagiaan ukhrowi (akhirat).
Profesi perencana keuangan syariah ada 2 macam, yang pertama adalah yang terikat pada lembaga keuangan tertentu seperti bank, asuransi, atau manajer investasi dan tentunya dalam memberikan rekomendasi dikaitkan dengan produk yang mereka promosikan. Kemudian yang kedua adalah perencana keuangan independen yang tentunya bisa memberikan saran yang obyektif karena tidak terikat pada kepentingan menjual produk tertentu. Landasan kepercayaan harus terjalin antara klien (keluarga) dengan perencana keuangan agar saling terbuka dalam memberikan informasi yang dibutuhkan. Keterbukaan ini penting agar kondisi klien ini dapat diketahui permasalahannya secara detil, sehingga perencana bisa melakukan analisis dan memberikan rekomendasi yang tepat.
Lalu kemampuan profesional apa saja yang harus dimiliki oleh perencana keuangan syariah? Tentunya sesuai tujuan utama dari perencana keuangan yaitu mampu memberikan konsultasi sesuai dengan kebutuhan klien, menentukan investasi yang sesuai, dan mampu memberikan analisis yang terbuka dan transparan terhadap investasi yang menjadi pilihan. Perencana keuangan syariah juga dituntut menguasai permasalahan investasi syariah, asuransi secara syariah, pajak dan zakat, faraid (ilmu waris) dan hibah, wasiat, serta infaq dan sadaqah.
Hal yang lain yang cukup krusial adalah seorang perencana keuangan syariah dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas agar mampu memberikan solusi terhadap kebutuhan nasabah yang beragam, dapat dipercaya, disiplin dan bertanggung jawab, dan tentunya harus mampu memberikan rasa aman dan nyaman kepada keluarga yang menjadi kliennya sehingga tujuan mereka dapat tercapai. Tak ubahnya dengan profesi psikolog maka perencana keuangan syariah wajib mampu menjadi tempat berbagi/curhat bagi kliennya. Tugas yang mulia tentunya, adakah Anda tertarik dengan profesi ini?
*) Penulis adalah perencana keuangan syariah, Managing Director Kurnia Consulting