Sabtu, 29 November 2008

Saatnya Kapitalisme Tumbang

Rekan-rekan Pembaca blog, maaf saya lama gak update blog ini. Ini tulisan yang saya buat pesanan dari buletin Yayasan Rumah Ilmu di Bandung.
Semoga bermanfaat.

Akhir-akhir ini perekonomian dunia sedang bergolak. Dimana-mana sedang menjadi pembicaraan luas tentang krisis global keuangan. Krisis yang bermula di Amerika Serikat ini ternyata imbasnya ke berbagai penjuru dunia termasuk ke negara kita Indonesia. Nilai rupiah yang terus menurun, harga saham yang terus berjatuhan, dan suku bunga bank yang kian melonjak berdampak pada kelesuan perekonomian kita. Bahkan harian terkemuka Kompas pun menuliskan dalam salah satu headlinenya beberapa hari lagi akan ada PHK 126.000 karyawan dalam waktu dekat ini.

Kenyataan bahwa perekonomian AS memang cukup mengendalikan ekonomi dunia karena memang 30% transaksi dan perputaran uang secara internasional dikendalikan oleh negara adidaya tersebut. Negara dengan slogan kapitalisme dan super power kini terpuruk dan tidak berdaya. Satu demi persatu pelaku bisnis raksasa di AS bertumbangan seperti Lehman Brother, AIG group, Merryl Lynch, dan bank-bank besar berjatuhan satu persatu. Inikah tanda keruntuhan kapitalisme?

Apa sih penyebab krisis global di Amerika Serikat khususnya maupun didunia pada umumnya? Awalnya sih pemberian kredit perumahan rakyat yang dinamakan subprime mortgage dengan iming-iming harga rumah akan naik terus. Kredit rumah dengan bunga tinggi laris manis di kalangan masyarakat AS karena bisa dijaminkan lagi dan jaminan ini diperjual belikan ke investor. Tetapi pada akhirnya harga rumah tidak sesuai dengan yang diinginkan sementara tunggakan kredit dengan bunga tinggi makin membelit debitur. Ditambah lagi asset yang dijaminkan untuk mengajukan pinjaman itu tidak memadai karena banyak kemudahan kredit tanpa didukung jaminan yang cukup. Intinya penyebab krisis ini tidak lepas dari sifat rakus , kapitalis dan ketidak jujuran yang mewarnai perekonomian dunia. Sebagaimana tagline kapitalisme adalah kepuasan individu yang maksimum, mengejar keuntungan semata, dan memisahkan kehidupan ekonomi dari nilai-nilai agama sehingga banyak terjadi moral hazard.

Krisis ini membuktikan bahwa sistem perekonomian kapitalis telah diujung kehancuran. Sistem yang memperbolehkan pelaku bisnis melakukan kegiatan-kegiatan spekulatif tinggal puing-puing yang menyisakan kesengsaraan. Praktek spekulatif dalam transaksi di pasar modal dan pasar valas ini membuat sektor moneter menggelembung atau dikenal dengan bubble economi, tetapi tidak didukung sektor riil yang kuat. Tengok saja transaksi uang yang beredar sekitar 7 trilyun dollar AS per tahun, tetapi volume perdagangan barang hanya berkisar 7 triliun dollar AS. Inilah akar dari segala krisis.

Apa solusi yang jitu untuk mengatasi guncangan krisis ini? Kita punya aturan syariah yang ditetapkan Allah SWT dan telah teruji di jaman Rasul dalam mengatasi problema ekonomi umat. Lembaga keuangan syariah terbukti rentan terhadap krisis karena transaksi pinjaman didukung asset yang jelas. Selain itu lembaga keuangan syariah juga tidak menerapkan sistem ribawi dalam berbagai transaksi pembiayaan, sehingga tidak ada yang dirugikan baik kreditur maupun debitur. Transaksi di lembaga keuangan syariah juga berbasis sektor riil, karena ketika kita mengajukan pinjaman ke bank syariah peruntukannya jelas yakni untuk membiayai pembelian asset tertentu sehingga tidak ada penyalahgunaan pinjaman. Tentu saja bila ekonomi syariah dihidupkan akan terjadi keseimbangan sektor moneter dan sektor riil karena tidak ada praktek spekulatif.

Di zaman Nabi Muhammad jarang sekali terjadi resesi. Zaman khalifah yang empat juga begitu. Di zaman Umar bin Khattab (khalifah kedua) dan Utsman (khalifah ketiga) , malah APBN mengalami surplus. Pernah dalam zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tak dijumpai lagi satu orang miskinpun. Apa rahasianya? Kebijakan moneter Rasulullah Saw -- yang kemudian diikuti oleh para khalifah -- selalu terkait dengan sektor riil perekonomian berupa perdagangan . Hasilnya adalah pertumbuhan sekaligus stabilitas.

Lalu solusi praktis apa yang perlu dilakukan dalam mengatasi krisis ini ? Secara sistem sudah jelas harus menggantikan bunga dengan konsep bagi hasil, hilangkan praktek spekulasi, dan fokus pada sektor riil untuk menyeimbangkan dengan sektor keuangan. Dalam tataran praktek jangka pendek lebih optimalkan penggalangan dana ZISWAF (Zakat, Infaq, Sadaqah, dan Wakaf) untuk memberdayakan masyarakat kalangan bawah. Sekali lagi solusi syariah ini sangat efektif untuk diterapkan pada kondisi sekarang ini. Dan satu hal yang perlu ditekankan lagi adalah perkuat ekonomi domestik, hilangkan ketergantungan impor, dan perkuat Usaha Kecil Menengah sebagai bemper penyerapan tenaga kerja karena ancaman PHK di depan mata justru banyak menimpa perusahaan-perusahaan besar.

Tantangan umat Islam dewasa ini adalah menunjukkan keagungan dan keampuhan ekonomi syariah. Islam ternyata mewariskan sistem perekonomian yang tepat, fair, adil, manusiawi, untuk menciptakan kemaslahatan dan kesejahteraan hidup, tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat. Maka “back to syariah” adalah satu-satunya katup penyelamat dari hancurnya perekonomian dunia. Dan sebagai makhluk beriman kita harus tetap optimis bahwa krisis akan segera berlalu dan kita bisa survive menghadapinya. Amin!