Rabu, 23 Juli 2008

Tak ada lagi Pajak Berganda di Bank Syariah

Rekan-rekan pembaca blog,
Kemarin saya datang ke diskusi Masyarakat Ekonomi Syariah di aula Bank Syariah Mandiri Thamrin, dengan topik "Problem Solving Double Tax Issue di Perbankan Syariah". Rupanya masalah ini sudah bergulir sekian lama dan alhamdulillah sudah mulai terpecahkan. Apa sih sebenarnya double tax di bank syariah yang katanya membuat produk bank syariah menjadi mahal? Kalau bagi saya mahal murahnya produk asalkan memang halal kan gak masalah, karena syariah ya syariah, jangan pandang itu mahal atau murah. tetapi bagi kacamata bisnis tentu saja bukan sekedar halal tetapi juga harus kompetitif dibanding konvensional.

Sekedar info, double tax itu terjadi pada pembiayaan murabahah, dimana pembiayaan murabahah adalah produk terlaris dari bank syariah. Karena akadnya jual beli, dan dikukuhkan oleh Peraturan BI juga maka pembiayaan murabahah itu dikenakan PPN. Jadi transaksi penjual barang dengan bank syariah dikenakan pajak, dan transaksi bank dengan konsumen or nasabah juga dikenakan pajak lagi. Ini yang membuat produk murabahah menjadi mahal dan belum jadi daya tarik. Bahkan investor asing pun enggan menanamkan modal di bank syariah Indonesia karena masalah ini. So.. alhamdulillah dari hasil diskusi dengan pembicara Bapak Yuslam Fauzi dari BSM, Pak Adiwarman Karim, KH Maruf Amin, kemudian Ibu Catur dari Dirjen Pajak menyimpulkan ada titik terang penyelesaian.

Pertama, UU Perbankan Syariah yang baru disahkan DPR juga menerangkan bahwa murabahah adalah akad pembiayaan, bukan jual beli sehingga berhak mendapatkan perlakuan tidak kena pajak. Sehingga peraturan lain merujuk ke situ.
Kemudian sebentar lagi akan dibahas di DPR RUU PPN yang baru dimana Dirjen Pajak menjamin produk murabahah tidak akan dikenakan PPN.
Ini angin segar bagi perkembangan industri syariah, dan kita selaku konsumen juga tidak segan lagi bertansaksi dengan bank syariah. Udah terjamin halal dan kompetitif lagi.
Mari rame-rame hijrah ke produk syariah

Kamis, 17 Juli 2008

Perencana Keuangan Syariah Vs Konvensional

Rekan-rekan Pembaca Blog,
Alhamdulillah saya telah selesai mengikuti Sertifikasi Profesi Perencana Keuangan Syariah yang diadakan oleh IARFC Syariah Board (Asosiasi Perencana Keuangan International). Selama 5 minggu belajar mengenai framework perencanaan keuangan syariah, ushul fiqh, metodologi syariah, akad-akad syariah, pengenalan produk investasi dan keuangan syariah, dan yang lebih seru bahas kasus zakat dan ilmu faraidh (ilmu waris).
Kelas yang saya ikuti adalah kelas pertama dari IARFC Syariah Board dan alumni pertama. Saat ini saya sedang menyusun Plan Structure keuangan keluarga syariah untuk bahan sidang awal Agustus nanti. Doain lulus ya.

Menjadi perencana keuangan syariah adalah sebuah pilihan bagi saya. Lalu apakah membatasi klien hanya untuk muslim? Jelas tidak. Syariah itu rahmat bagi seluruh umat. Contohnya bank-bank syariah sekarang banyak diminati non muslim karena lebih menawarkan keadilan dan menguntungkan. Kata ngkoh yang ada di Glodok karena cicilan pasti dan jumlahnya tetap justru gampang menyusun budgeting dan casflow. Lalu bagaimana trend investasi syariah? Makin membaik, bahkan Singapura dan Hongkong pun saat ini tergolong pusat keuangan syariah di Asia. Wah Indonesia kalah tuh.

Lalu apa sih bedanya perencana keuangan dengan konvensional? Mungkin saya bahas tentang plan structurenya dulu ya. Ketika saya menyusun Plan Keuangan Keluarga secara konvensional tanpa meletakkan prioritas pada kewajiban agama, tetapi hanya berorientasi memenuhi kebutuhan dunia, seperti ini ni prioritasnya :
1. Mengurangi hutang
2. Cashflow positif
3. Networth positif
4. Dana darurat
5. Asuransi
6. Pensiun
7. Pendidikan anak
8. Beli mobil, rumah, berlibur, dll
9. Investasi apa saja yang profitnya bagus

Nah, bagaimana dengan Plan Keuangan Syariah, jelas ada bedanya, Coba Anda perhatikan :
1. Dianjurkan tidak berhutang konsumtif
2. Cashflow positif, halal, tidak mubazir, tidak boros, dll
3. Memenuhi tuntunan agama, seperti :
wajib , zakat fitrah, zakat penghasilan, naik haji
sunnah, seperti aqiqah, khitan anak, qurban, umroh, sadaqoh, infaq, wakaf, wasiat
4. Dana darurat
5. Asuransi syariah
6. Pensiun
7. Pendidikan anak umum dan agama
8. Investasi syariah
9. Waris

Kelihatannya Plan Keuangan Keluarga Syariah lebih komplek, tetapi jelas tidak hanya berorientasi kepentingan dunia tetapi juga akhirat. Masing-masing plan ternyata didukung oleh ayat dan hadist yang mendukung yang di dalam Al Qur'an ada 370 ayat ekonomi, apalagi di dalam Hadits. Apakah kita sudah mengkajinya semua? Wah itu peer banget tuh.
Sudahkah kita dan keluarga menerapkan Plan Syariah itu? Atau Anda tertarik untuk membuat Plan Keuangan Syariah? Silakan hubungi Kurnia Consulting?

Selasa, 08 Juli 2008

Pedagang baik dan pedagang jahat

Rekan-rekan pembaca blog,

Kali ini saya gak posting tentang keuangan, sekali-kali boleh lah posting tentang karakter pebisnis. Ini saya ambil dari majalah islam Tarbawi edisi beberapa bulan lalu. Dituliskan oleh ulama Mesir terkemuka penulis buku La Tahzan, Syaikh. Dr. Aidh Abdullah Al Qarni. Simak ya pendapatnya tentang pedagang yang baik, yang jahat, yang merugi, yang berpenyakit, dan yang beretika.
Mudah-mudahan bisa diambil hikmahnya.
Apa saja sih karakter pedagang yang baik :

1. Yang menghimpun optimisme dan rasa khawatir kepada Allah seperti Abdurrahman bin Auf
2. Yang selalu bersadaqah dan infaq di jalan Allah SWT, dan memberi bantuan orang faqir
3. Mensyukuri setiap usaha
4. Selalu meyimpan kebaikan di bank Ar Rahman
5. Memelihara amal dari syaitan
6. Melindungi dari uang haram
7. Meramaikan rumahnya dengan takwa

Lalu apa saja sih karakter pedagang yang jahat :
1. Yang mengumpulkan harta dan selalu menghitung-hitungnya
2. Jika makan sendirian, melarang orang lain menyertai, dan memarahi orang yang duduk bersamanya
3. Berlaku kikir dan membenci sedekah. Tidak aka bisa memimpin kecuali orang yang banyak memberi dan banyak mengeluarkan kebaikan untuk orang lain.

Apa saja sih penyakit para pedagang?

1. Tekanan darah tinggi dan diabetes karena dalam banyak waktunya berpikir, kurang bersyukur dan berdzikir. Candanya kasar dan hatinya keruh
2. Kurang darah karena sedikit makan, karena terlalu sibuk.
3. Penyakit banyak keinginan karena selalu disibukkan dengan uang tanpa diimbangi dengan ibadah
4. Penyakit selalu gelisah karena ambisi dunia selalu bertambah tanpa diiringi dengan ambisi akhirat.

Para ulama mengatakan berdagang ada beberapa etika :\
1. Sikap jujur dalam bicara
2. Berlaku sopan dan lembut dengan orang lain
3. Bangun pagi saat burung mulai terbang dari sarangnya untuk mengais rejeki
4. Selamat dari transaksi riba karena itu adalah wabah
5. Menunaikan zakat harta dan sedekah
6. Menolong orang yang membutuhkan dengan pinjaman tanpa bunga
7. Memuliakan tamu
8. Memelihara waktu shalat wajib

Siapa saja yang melakukan itu akan dibalas oleh Allah SWT dan tergolong orang-orang berharta yang pergi dengan pahala. Semoga postingan yang sederhana ini dapat bermanfaat. Amin

Rabu, 02 Juli 2008

Formula 10 : 10 : 20 : 30 : 30

Wah lama banget ni saya gak posting di blog ni. Gimana mau banyak yang baca kalau blog gak pernah di updated. Terima kasih buat teman2 yang sudah kasih komentar ke blog saya ya. Ada komentar nih blognya diisi juga nih dengan tulisan2 perencana keuangan. Jangan hanya iklan saja.. hehe. jadi malu nih hehe.
Kali ini saya coba posting tentang satu formula. Umumnya formula ini sering dipakai oleh para perencana keuangan dalam menentukan alokasi keuntungan usaha. Saya ingat pada acara Forum Jumat yang diselanggarakan komunitas TDA beberapa waktu lalu ada teman yang tanya bagaimana sih rumusan pembagian keuntungan bisnis. Saya coba merumuskannnya, so rumusan ini diaplikasikan atau tidak itu terserah Anda. Saya yakin masing-masing punya rumusan terbaik dalam membagi keuntungan bisnisnya. Diharapkan sharingnya nih. Formulanya yaitu 10 : 10 : 20 : 30 : 30. Urutan angka hanya berdasarkan angka kecil ke angka besar, bukan menunjukkan prioritas. Ok, penjelasannya begini ;

1. 10, artinya setiap dapat keuntungan usaha, alokasikan 10 % untuk zakat. Mungkin ada yang komplain kok besar banget prosentasenya, kalau petani yang jumlah panennya tidak seberapa besar, harga nya ditekan lagi, harus zakat 10 % dari hasil pertanian, kenapa pedagang or pebisnis hanya 2, 5 %. Setiap yang disedekahkan kan berlipat menjadi 700 kali lipat. Insya Allah

2. 10, artinya 10 % keuntungan investasi dalam bentuk lain, kebanyakan pedagang belum aware dengan investasi dalam bentuk lain. Mending duit diputar buat barang dagangan. Padahal keluarga butuh dana cadangan, gimana kalau dagangan mandeg or bangkrut (mudah-mudahan sih tidak). Makanya 10 % dari keuntungan perlu juga di diversifikasi investasi. Bisa beli emas, reksadana, saham, or surat berharga lainnya.

3. 20, artinya 20 % keuntungan digunakan untuk pengembangan usaha baru, bisa untuk menambah modal, ekspansi pasar, dll, so para pebisnis yakin dah tahu gimana caranya.

4. 30, artinya tunaikan pinjaman pada pihak ketiga. Yang terkait dengan hutang usaha tentunya bukan hutang pribadi. Maksimum 30 % uang masuk untuk alokasikan buat bayar hutang. Gimana kalau hutangnya lebih besar? Yah otomatis prosentase untuk pengembangan usaha atau untuk keperluan pribadi ditunda dulu. Terus gimana kalau gak punya hutang? Baguslah jadi angka 30 ini digunakan juga untuk pengembangan usaha.

5. 30, artinya maksimal 30 % hasil keuntungan digunakan membiayai sendiri, gimana kalau ada sumber penghasilan lain dah ada untuk menutupi kebutuhan hidup, misalnya masih bekerja or TDB. Sudah tentu angka 30 ini bisa dialokasikan untuk pengembangan usaha. Sehingga buka cabang baru lebih cepat jadinya.

Mungkin rumusan ini bukan hal yang baru, tetapi mudah-mudahan bermanfaat buat pengembangan UKM kita. So.. maju terus UKM Indonesia.

Wassalam